Sekolah SD-ku dulu (1)
Akan aku deskripsikan suasana sekolah dasarku tempo
dulu. Sekolahku dulu belum ada tembok pagar, pagar sekolah hanya berupa tanaman
bunga bonsai (katanya) daun hijau tajam, buah berwarna kuning yang ditanam sedimikia
rupa sehingga berfungsi sebagai pagar.
Ruang kelas ada 5 ruangan, 1 kantor, 2 WC guru, 1
sumur, 2 rumah jaga, 1 gudang. Karena tanah yang tidak rata jadi halaman sekolah
kami ada dua dengan pohon Ancak besar, dua pohon di tengah halaman sekolah, dan
satu lagi di depan WC guru. Tiap ruang kelas dilengkapi papan tulis berwarna
hitam dengan kapur tulis sebagai alat tulis, sapu lidi yang di bawa siswa tiap
awal tahun ajaran baru, foto pahlawan yang tergantung di dinding dan foto
presiden Soeharto dan wakilnya Tri sutrisno tergantung di tembok ruang kelas
bagian depan.
Jumlah kelas yang kurang, memaksa siswa kelas 1 dan
siswa kelas 2 masuk bergiliran. Siswa kelas 1 selesai sekitar sekitar jam 9.30 Wita lalu kemudian
kelas di pakai oleh kelas 2. Tiap kelas memiliki wali kelas sendiri sekaligus
menjadi guru mata pelajarannya. Semua pelajaran di ajarkan oleh wali kelas
kecuali pelajaran agama dan olah raga.
Kepala Sekolah Yakub
Wali kelas 1 Fatimah (Bu Guru Pat)
Wali kelas 2 Yuliana (Bu Guru Yul)
Wali kelas 3 Bq.Indriati (Bu Indri)
Wali kelas 4 Rohaini (Bu Guru Roh)
Wali kelas 5 Ismail (Pak Guru Ma'in)
Wali kelas 6 Mukiman (Pak Guru Mukiman, asli jawa dan satu-satunya ahli aksara sasak di desa itu)
Guru Agama Sahmin (Pak Guru Agama)
Guru Olah raga Zainuddin (Pak Guru Jen)
Rutinitas menjadi murid sekolah dasar tiap hari adalah
menyapu ruang kelas, menghapus papan tulis dan mengambil air cuci tangan guru. Murid-murid
sekolah dasar kelas satu sampai dengan kelas enam di tempat saya menuntut ilmu
dulu selalu mengikuti upacara bendera tiap hari senin. Senam pagi tiap hari
jumat juga rutin kami lakukan ketika aku kelas satu dulu. Entah musik apa yang
orang-orang dewasa itu putar dan bergerak mengikuti perintah suara yang keluar
dari tape besar itu.
“jalan di tempat mulai, saaatu... dua... tiga... empat... lima... enam... tujuh... delapan....sekali lagi” instruksi dari tape itu.
“sekarang rentangkan tangan, badan bergerak ke kiri
dan ke kanan, saaatu... dua... tiga... empat... lima... enam... tujuh... delapan....sekali lagi” lanjut suara itu.
Senam kala itu menjadi rutinitas tiap hari sabtu.
Comments
Post a Comment