"Kebakaran" Lidah
Sore
itu aku, kakak dan adik perempuanku menemani Bunda memasak di Pawon. Kakak
perempuanku tadi pagi dikasi lidah sapi oleh tetangga yang Begawe.
"Bu,
saya mau goreng lidah sapi yang sudah sy 'siaq bageq' tadi, boleh ya?"
rayu kakak perempuanku yang sedang belajar memasak.
"Memangnya
kamu sudah bisa masak?" tanya Bundaku tersenyum, seolah tak yakin dengan
skill memasak kakak perempuankku.
"Udah
dong" sahut kakak perempuanku semangat.
"Kamu
mau pakai Jangkeh atau Kompor?" tanya Bundaku.
"Saya
pakai Kompor aja bu, soalnya kalau pakai Jangkeh saya belum bisa 'jumuq' api
getoo, he. . ." jawab kakak perempuanku manja dan semakin semangat.
Kakakku
lalu menyiapkan perlatan untuk menggoreng, . . . "nyalakan kompor, tunggu
sampai nyalanya biru, naikkan wajan, tuang minyak goreng, tunggu sampe minyak
panas lalu masukkan lidah sapi yang di 'siaq bageq' tadi" terang kakak
perempuanku untuk meyakinkan Bunda.
"hm,
. . . m, ingat apinya diatur" balas Bunda dengan senyum manis khasnya.
Tiba-tiba,
. .
"DUUUZHSH, inaaak… inaaak… inaaak…" aku mendengar suara itu.
"DUUUZHSH, inaaak… inaaak… inaaak…" aku mendengar suara itu.
"kamu
kenapa ?" tanya Bunda kepada kakak perempuanku.
"tadi
wajannya nyala trus Kompornya meleduk, lidah sapiku gosooong" sesal kakak
perempuanku.
Aku
masih melihat api besar di atas wajan lalu
aku teriak " julaaaaat . . . julaaaaat . . .". Tetangga mendatangi rumah kami, membawa
ember air layaknya tim pemadam kebakaran.
Comments
Post a Comment