Kepala anak itu berdarah, Maaf aku tak sengaja



Waktu berlalu terasa sangat cepat, sesekali aku membuka rapot ku dan sama sekali tidak ada yang berubah dari kelas satu sampai kelas tiga aku selalu menjadi yang terbaik di kelasku. Aku hanya belajar di sekolah sedang jika aku berada di rumah aku hanya bermain. Namun tiap empat bulan (Catur Wulan) sekali aku selalu menerima buku tulis sebagai hadiah untuk juara di kelas, sehingga aku jarang sekali membeli buku.

Aku bukanlah seorang kutu buku. Aku melakukan apa yang dilakukan teman-temanku saat keluar main. Silat-silatan, kejar-kejaran, main batu, tebak kata dan entah apalagi nama permainan yang saat itu kami lakukan saat keluar main di sekolah. Kadang saat keluar main aku bermain dengan temanku di dalam kelas. Dari depan pintu ada seorang kakak kelasku yang melempar lidi kecil dan hampir mengenai kepalaku.

Melaihat perangainya yang ambisius untuk melempar kepalaku dengan lidi kecil itu. Aku mengejar untuk mencoba membalasnya, di depan pintu kelas aku kemudian mencoba maraih kerah bajunya, lalu anak itu terjtuh. Seketika aku terhentak, diam, Aku bingung, badanku gemetar, aku jalan menunduk dengan rasa takut ke pojok gudang sekolah. Aku melihat ada kucuran darah mengalir dari kepala bagian belakang anak itu. Ternyata bagian belakang kepalanya berlumuran darah karena terbentur pondasi taman.

“Apa yang baru saja aku lakukan, lemparan lidi kecil yang tidak mengenai kepalaku harus di balas dengan kucuran darah anak itu. Ah . . . ini jelas tidak adil. Aku terlalu terbawa emosi” dalam diam dengan penuh rasa bersalah aku bergumam.

Aku meminta maaf kepada anak itu pada waktu kami mau Sholat Magrib di musholla, kebetulan kami dari dusun dan tempat ngaji yang sama.

“Kalian jangan suka lari-larian, nati jatuh seperti temanmu. Tadi pagi kepalanya berdarah karena jatuh” kata guru ngaji ku yang juga menjadi salah satu guru di sekoahku.
“Anak itu tidak jatuh dengan sendirinya, tetapi aku yang menarik bajunya” bisikku kepada teman disampingku yang duduk bersila.

Setelah iqomah sholat maghrib, Aku menghampiri anak itu, menjabat tangannya.

"Aku minta maaf kawan" aku menjabat tangannya dan minta maaf.
“…….” Tanpa suara anak itu menganggukkan kepala tanda maaf untuk kesalahanku. 

Comments

Popular posts from this blog

Bahasa Sasak: 50 Kalimat Populer Di Pulau Lombok

Kamus Bahasa Lombok/Sasak (A-D)

Bahasa Sasak : Ungkapan sehari-hari