Naik Cidomo masuk SMA ke Selong
Sore
itu aku diantar Bunda ke kota Selong untuk melanjutkan studiku di salah satu
SMA pavorit di Lombok Timur. Suatu saat nanti aku akan tulis betapa susah dan
menegangkannya proses yang aku lalui sehingga aku bisa ke sekolah ini.
"ayo
nak kamu sudah siap ?" sapa Bunda kepadaku.
"ow
ya udah dunk, bund" jawabku semangat.
brrr. . .brrr. . .brrr
"ck, dom dom"
Aku mendengar suara itu datang dari depan 'jebak' rumahku. Ternyata paman Usman telah siap dengan Cidomonya. Segala perlengkapan kos telah siap.
brrr. . .brrr. . .brrr
"ck, dom dom"
Aku mendengar suara itu datang dari depan 'jebak' rumahku. Ternyata paman Usman telah siap dengan Cidomonya. Segala perlengkapan kos telah siap.
"tipah,
galeng, kompor, anduk, cobek, genceng, minyak gas" Bunda cek semuanya.
Aku
naik dan duduk di depan kiri di samping pak kusir yang sedang bekerja,
mengendarai kuda supaya baik jalannya. Papuqku duduk di belakang kiri,
sedangkan Bunda dan adik perempuanku duduk di belakang kanan. Barang yang tidak
muat kami pangku, ditaruh di atap Cidomo.
"ck,
heh" paman Usman menjalankan kendali, dan inilah awal pengembaraan
pertamaku keluar dari dusun kecilku.
Kami
berangkat sekitar pukul 14.30 Wita dan akan menempuh jarak sekitar 11,5 km. Cidomo yang aku pakai
telah lulus uji kelayakan dan kelengkapan, spion dan karung penampung kotoran kuda
lengkap dengan sekop kecilnya.
"shhhh"
kentut kuda dengan mantap mendarat dalam hidungku, belum lagi aroma 'onde-onde'nya yang jatuh ke karung
penampung semeriwing tertiup angin. Bulu kuda yang rontok juga nempel di baju
kaos hitamku. Tapi tak apa, aku tetap
semangat.
Sekitar
pukul 17.15 Wita kami tiba di tempat tujuan. Cidomo diparkir di pinggri jalan dan
kami membawa barang bawaan menelusuri gang. Kami disambut pemilik kos dengan
ramah dan sekitar 20 menit berbincang lepas Papuq, Bunda dan adik perempuanku
undur diri, pulang.
"yang
rajin ya nak, ga usah telalu banyak main. "Gapailah
impianmu! Bunda mengajak nanda ke Bangket, bukan untuk mendidikmu menjadi
petani. Tetapi Bunda hanya ingin berbagi pengalaman denganmu, kepada siapa lagi
Bunda akan curhat kalau bukan kepadamu anakku 'emas mirah buaq até kembang mate'. Dengan ikhtiar inilah Bunda bisa
menyekolahkan kamu dan saudara-saudaramu meski Bunda sama sekali tidak pernah
mengenyam bangku sekolahan. Bunda juga ingin menumbuhkan semangat kerja
kepadamu. Kamu tahu nak ? Bunda tidak pernah tahu hasil panen kita akan
meningkat atau terancam gagal panen. Kamu ingat kita gagal panen Bawang musim
lalu karena hama ulat, tapi musim ini Alhamdulillah hasil panen bagus, harga di
pasaran juga tinggi. Gagal bukan sebuah fenomena yang harus diisi dengan
dramatisasi kesedihan. Bunda tetap melakukan penggemburan dan pemupukan yang
optimal untuk tanaman di Bangket. Gagal itu hal biasa, belajar dan bangkit dari
kegagalan itu yang akan mengasah semangat untuk terus berjuang dan menebar
kebermanfaatan. Laksanakanlah pekerjaanmu seoptimal yang kamu mampu, masalah
hasil urusan belakang" nasehat Bunda kepadaku.
"Itulah
proses kehidupan" dengan iringan senyum khas renyah dan tatapan sayu Bunda
memegang pundakku dengan penuh cinta.
"insya.allah"
jawabku datar.
Dan
kini tinggallah aku sendiri dalam sepi, aku akan mulai mengukir cerita baru
disini. Karena hidup di dusun beda dengan di Kota.
Dalam
kesunyian aku merebahkan badanku sejenak, menatap datar nan kosong ke
langit-langit kos yang kelihatan sudah lapuk tertembus air hujan bertahun-tahun
dan belum diperbaiki. Jendela atas kecil yang ada di sebelah barat dan selatan
juga lapuk karena ujung atap kos hampir tidak ada juluran keluar tembok. Meja
bekas kakak laki-lakiku dulu kos masih ada di tempat ini, namun tiga kakinya
telah patah dimakan rayap, permukaan atas meja yang kasar aku tutup dengan
kertas kalender.
"duaaarrr.
. ." petir menggelegar.
Aku
memulai kisah ini dengan lebatnya hujan waktu itu.
"gimana
di dalam ada yang bocor" tanya pemilik kos.
"ada,
tapi udah sy pasangin penampung pak" jawabku polos.
Semua
wadah kosong yang aku bawa terpasang untuk menampung air hujan yang menetes
dari balik langit-langit kos. Aku gulung kembali Tipah dan Galeng yang sudah
rapi aku gelar, agar tidak basah.
"nanti
kita perbaiki itu, besok kita cari tukang" janji pemilik kos layaknya
janji kampanye.
"ow
ya pak, makasi" sahutku menimpali janji yang seolah kosong itu.
Di
suatu siang yang gerah aku pulang sekolah, aku mengganti pakaian dan duduk
sejenak untuk membuka buku pelajaran. Saat aku baru mulai membuka buku. . .
"bruuukkk" kucing yang bertarung kungfu di langit-langit lapuk itu jatuh di atas mejaku. Debu, potongan bambu, kertas lusuh, sarang tikus jatuh dan tumpah semua di atas mejaku.
"bruuukkk" kucing yang bertarung kungfu di langit-langit lapuk itu jatuh di atas mejaku. Debu, potongan bambu, kertas lusuh, sarang tikus jatuh dan tumpah semua di atas mejaku.
"arghhh.
. . shhhhh" telingaku seolah mengeluarkan asap dan kepalaku bertanduk.
"ckckck,
hmmm" aku hanya geleng kepala.
Kepulan
asap yang seolah tepancar dari telingaku mulai berkurang kala aku mengingat
petuah Bunda "Ingat selalu nak, kekesalanmu akan suatu hal hanya akan
membuang energimu dengan percuma, buatlah kondisi yang bisa membuatmu untuk
mampu menerima tanpa harus mengeluh terhadap kekurangan yang orang berikan
kepadamu. Maka belajarlah mengendalikan hatimu. Hati memang kecil, tapi ingatlah
ia akan membesarkan jiwa".
Sumber Foto: http://suaraserampangan.blogspot.com/2012/11/ngeteng-ke-lombok.html
Sumber Foto: http://suaraserampangan.blogspot.com/2012/11/ngeteng-ke-lombok.html
Comments
Post a Comment