Aksara Sasak: Belajar Aksara Sasak
Pada era tahun 1990-an
sangat gencar sekali diajarkannya penulisan aksara yang bentuk fisiknya sangat
berbeda dengan huruf alfabet yang populer saat ini. Ya, kali ini saya akan
menulis tentang awal mula belajar aksara sasak. Saya sendiri terakhir belajar
Aksara Sasak saat masih duduk di bangku kelas Lima sekolah dasar, SDN 2 Lepak
(Sekarang SDN 4 Lepak).
Belajar Aksara Sasak terasa aneh karena ada begitu
banyak huruf-huruf dengan liuk-liukan manja . . . unik ......artistik.......
Dengan guru pengajar dan pendidik gebanggaan kami, Pak Guru Mukiman, beliaulah
yang mengajarkan kami Aksara Sasak saat itu. . .
Baca Juga: Panduan Lengkap Belajar Aksara Sasak
Berdasarkan literatur yang
saya baca aksara sasak berasal dari aksara jawa, dan tidak akan jauh dari bali.
Singkat ceritanya begini, aksara jawa menyebar dan diaplikasikan di bali, dan
jaman dulu salah satu kerajaan di Bali menguasai daerah lombok khususnya bagian
barat dengan membawa kepercayaan, budaya dan tentunya karya tulisan. Dari
situlah Aksara Bali digunakan juga di Lombok dengan berbagai perkembangan dan
pengaruh lainnya, “ceritanya kurang
lebih seperti itu” . . . . . kalau mau lebih detail baca buku to . . . ???
Awalnya saya berfikir
lafal yang sering digunakan di lombok adalah akibat dari pengaruh masyarakat
yang sering merantau ke malaysia,
Awak : Nak, kemane tu?
Someone : Nak pegi beli nangke lah, sekejap aje
Namun akhir-akhir ini saya
melihat pola dan fenomena pelafalan masyrakat Bali. Dan lagi lagi mirip . . . .
ternyata bali-lombok punya banyak kemiripan, tentang kemiripannnya nanti saya
tulis dikesempatan yang lainnya.
Pelafalan yang saya maksud
adalah pelafalan huruf vokal “A” di
akhir kata dan tidak adanya kata yang berawalan huruf “F” atau “V”, keduanya
diwakilkan dengan huruf “P”
Contoh
Gede Suta umum diucapakan dengan Gede
Sute
Mandalika umum diucapakan dengan Mandalike
Narmada umum diucapakan dengan Narmade
Sakra umum
diucapakan dengan Sakre
Fakir
umum diucapakan dengan Pakir
TV umum
diucapakan dengan Tipi
Saya memandang bahwa ketidak
adaan beberapa huruf di dalam tumpukan kata yang ada di Lombok (sepertinya suku
lain juga mengalami hal yang sama, Bali & Sunda) bukanlah sebuah masalah,
justru inilah keunikan. Keunikan dari sebuah karya budi luhur (Budi ????
maksudnya ????) tidak bisa disalahkan dan tidak untuk dipersalahakan (hm. . .
.saya sedang bijak). Perbedaan yang ada dari tiap suku di tanah pertiwi inilah
yang menyatukan kita.
Comments
Post a Comment